Taman Nasional Bukit Tigapuluh merupakan kawasan perbukitan di tengah hamparan dataran rendah di bagian timur Sumatera, dan memiliki potensi keanekaragaman tumbuhan dan satwa endemik yang tinggi.
Tipe ekosistem hutan penyusun Taman Nasional Bukit Tigapuluh adalah hutan dataran rendah, hutan pamah dan hutan dataran tinggi dengan jenis flora seperti jelutung (Dyera costulata), gom merah (Palaquium spp.), Pulai (Alstonia Scholaris), kempas (Koompassia excelsa) , rumbai (Shorea spp.), jamur muka Rimau/raflesia (Rafflesia hasseltii), aren atau jernang naga (Daemonorops draco), dan berbagai jenis rotan. Informasi lebih lanjut bisa langsung di Dangmerdu.
Apalagi Taman Nasional Bukit Tigapuluh memiliki 59 jenis mamalia, 6 jenis primata, 151 jenis burung, 18 jenis kelelawar, dan berbagai jenis kupu-kupu. World Wildlife Fun atau WWF memasang kamera jebakan di Taman Nasional Bukit Barisan ini sejak Maret dan April 2011, dan telah mengambil gambar 12 ekor harimau sumatera langka, termasuk induknya yang sedang bermain dengan anaknya. Pada November 2011, WWF telah mengumumkan 5 kucing langka di hutan Riau. Dalam 3 bulan survei sistematis menggunakan kamera pengintai otomatis di ‘koridor’ antara Taman Nasional Bukit Tigapuluh dan Suaka Margasatwa Rimbang Baling, mereka menemukan harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), macan dahan Sunda (Neofelis diardi), kucing marmer (Pardofelis marmoata) , kucing emas (Catopurna temmincki, dan kucing macan tutul (Prionailurus bengalensis).
Selain habitat harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), tapir (Tapirus indicus), siamang (Hylobates agilis), beruang (Helarctos malayanus malayanus), pegar biru (Lophura ignita), kuau (Argusianus argus argus) dan lain-lain. menetap di taman ini.
Awalnya, kawasan di taman nasional ini merupakan hutan lindung dan hutan produksi terbatas. Namun, kondisi taman hutan tersebut relatif masih alami.
Masyarakat di sekitar Taman Nasional Bukit Tigapuluh terdiri dari beberapa bagian dengan adat dan budaya yang relatif masih sangat asli, seperti Suku Anak Dalam, Suku Talang Mamak dan lain-lain. Menurut masyarakat, khususnya suku Talang Mamak, mereka percaya bahwa bukit dan tumbuhan di taman nasional ini memiliki kekuatan magis dalam kehidupan mereka. Secara tidak langsung mereka berpartisipasi aktif dalam menjaga dan melindungi bukit atau tumbuhan yang ada di tempat ini.